PEMBAHASAN SURAT AT-TAUBAH AYAT 122
DI SUSUN OLEH :
Mahasiswa PBA 3B
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
SYAICHONA MOH. CHOLIL BANGKALAN
2012/2013
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji
syukur kepada Sang Illahi Robbi yang
mana atas berkat dan Rahmat-Nyalah kami bisa menyelesaikan makalah ini, tak
lupa sholawat dan salam marilah kita limpah curahkan kepada Guru besar kita
Yakni Nabi Muhammad SAW, tanpa adanya
beliau mungkinkah kita terbebas dari zaman kebodohan.
Makalah ini kami susun
guna memenuhi tugas mata kuliah tafsir tarbawi. Ucapan terima kasih kami
sampaikan kepada:
· Dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada kami
· Orang tua kami yang selalu memberikan
doa dan dukungan dalam menuntut ilmu
· Rekan-rekan kelompok yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk
menyusun makalah ini
· Rekan-rekan mahasiswa dan seluruh pihak yang bersedia memberikan
partisipasi dalam
penyusunan makalah ini.
Manusia pasti memiliki
kekurangan seperti halnya dalam pembuatan makalah ini pun kami banyak sekali
kekurangan. Untuk itu, kami selalu mengharap kritik dan saran dari pembaca guna
kemajuan bersama.
Akhir
kata dari penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wasalamua’laikum Wr.Wb.
Bangkalan,Januari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Judul..........................................................................................................
Kata
Pengantar.....................................................................................................
i
Daftar isi................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................
1
a. Latar Belakang.......................................................................................
1
b. Rumusan
Masalah................................................................................. 1
c. Tujuan
Masalah......................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
2
a. Tafsir surat
At-taubah ayat 122......................................................... 2
b. Penafsiran
kata-kata sulit.................................................................. 2
c. Asbabunuzul
surat At-taubah ayat 122............................................ 2
d. Tafsir
Jalalain surat At-taubah ayat 122.......................................... 3
e. Pengertian
secara
umum.................................................................... 3
f. Intisari
yang terdapat dalam surat At-taubah ayat 122................... 4-6
BAB III
PENUTUP.............................................................................................. 7
a. Kesimpulan.......................................................................................... 7
b.
Saran..................................................................................................... 7
Daftar
Pustaka......................................................................................................
8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak orang yang salah
mengartikan akan suatu ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an, sehingga orang bisa
saja mengartikan berbagai ayat dalam Al-Qur’an dengan tidak melihat berbagai
sumber termasuk tafris-tafsir yang sudah ada. Banyak sekali buku-buku atau
tafsir-tafsir yang seharusnya kita gali untuk mengkaji berbagai ayat. Salah
satunya adalah tafsir al-Maraghi. Al-Qur’an bukanlah kitab suci yang siap pakai
dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut, tidak langsung
dapat dihubungkan dengan berbagai masalah yang dihadapi manusia. Ajaran
Al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general sehingga untuk
dapat memehami ajaran Al-Qur’an tentang berbagai masalah tersebut, mau tidak
mau seseorang harus melalui jalur tafsir sebagimana yang dilakukan oleh para
ulama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa makna surat At-taubah ayat 122 ?
2. Apa
saja penafsiran kata-kata sulit ?
3.
Bagaimana ASBABUNUZUL Surat At-taubah
ayat 122 ?
4.
Bagaimana tafsir dari Surat
At-taubah ayat 122 ?
5. Mengetahui
kandungan yang terdapat dalam surat At-Taubah 122 ?
6. Mengetahui intisari yang terdapat dalam surat
At-Taubah ayat 122 ?
C. Tujuan Masalah
1. Makna
Surat At-taubah ayat 122
2. Penafsiran kata-kata sulit
3. ASBABUNUZUL Surat At-taubah ayat 122
4. Tafsir
JALALAIN Surat At-taubah ayat 122
5. Mengetahui kandungan yang terdapat dalam
surat At-taubah ayat 122
6. Mengetahui intisari yang terdapat
dalam surat At-Taubah ayat 122
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MAKNA SURAT AT-TAUBAH
AYAT 122
وما كان المؤمنون لينفروا كا فة فلولانفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا فى
لد ين وليندرواقومهم اذارجعوااليهم لعلهم يحذرون ( التوبة۱۲۲)
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. At- Taubah: 122).
B. PENAFSIRAN KATA-KATA SULIT
نفر – Nafara :
berangkat perang
لولا – Laula : Kata-kata yang berarti anjuran
dan dorongan melakukan sesuatu yang
disebutkan sesudah kata-kata tersebut,
apabila itu terjadi dimasa yang
akan datang. Tapi “Laula” juga berarti kecemasan atas meninggalkan
perbuatan yang disebutkan sesudaah kata itu, apabila merupakan
hal yang telah lewat. Apabila hal yang dimaksud
merupakan perkara yang mungkin dialami, maka bias saja ”Laula”,
itu berarti perintah mengerjakannya.
الفرقة - Al- Firqah : kelompok besar
الطائفة – At- Ta’ifah : kelompok kecil
تفقه – Tafaqqaha : berusaha keras untuk mendalami dan memmahami suatu perkara
dengan susah payah untuk memperolehnya.
انذره – Anzarahu : menakut-nakuti dia.
حذره – Hazirahu : berhati-hati terhadapnya.
C. ASBABUNUZUL SURAT AT-ATAUBAH AYAT 122
Tafsir Sebab turun Surah At Taubah 122
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ikrimah
yang menceritakan, bahwa ketika diturunkan firman-Nya berikut ini, yaitu,
"Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa
kalian dengan siksa yang pedih." (Q.S. At-Taubah 39). Tersebutlah pada
saat itu ada orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang, mereka berada di
daerah badui (pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka
orang-orang munafik memberikan komentarnya, "Sungguh masih ada orang-orang
yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang
pedalaman itu." Kemudian turunlah firman-Nya yang menyatakan, "Tidak
sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang)." (Q.S. At-Taubah 122).
Ibnu Abu
Hatim mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Abdullah bin Ubaid bin Umair
yang menceritakan, bahwa mengingat keinginan kaum Mukminin yang sangat besar
terhadap masalah jihad, disebutkan bahwa bila Rasulullah saw. mengirimkan
pasukan perang, maka mereka semuanya berangkat. Dan mereka meninggalkan Nabi
saw. di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah firman
Allah swt. yang paling atas tadi (yaitu surah At-Taubah ayat 122)
D. TAFSIR JALALAIN/SURAT AT-TAUBAH AYAT
122
وما كان
المؤمنون لتنفروا كافة فلولا من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين ولينذروا قو
مهم ا ذا
رجعوا اليهم لعلهم يحذرون
Tatkala Kaum Mukminin di cela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang kemudian Nabi Muhammad S.A.W. mengirimkan syariahnya,akhirnya mereka
berangkat ke medan perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal,maka
turunlah firman –Nya berikut ini : ( Tidak sepatutnya bagi orang –orang yang
mukmin itu pergi ) ke medan perang ( Semuanya. Mengapa tidak ) ( pergi dari
tiap-tiap golongan ) suatu kabilah ( di
antara mereka beberapa orang ) beberapa saja kemudian sisanya tetap tinggal di
tempat ( untuk memperdalam pengetahuan mereka ) yakni tetap tinggal di tempat (
mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya ) dari medan perang,yaitu dengan mengajarkan kepada mereka
hukum-hukum agama yang telah di pelajarinya ( supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya ) dari siksaan Allah,yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan
menjauuhi larangan-Nya.
Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan perwakilanny bahwa ayat ini penerapannya
hanya khusus untuk syariah-syariah,yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk
syariah lantaran Nabi Muhammad S.A.W.
tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang tetap
tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang maka hal ini
pengertiannya tertuju kepada beliau Nabi Muhammad S.A.W. berangkat suatu ghazwah.
E. PENGERTIAN SECARA UMUM
Ayat ini menerangkan
kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan. yakni, hukum mencari
ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan
cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan
rukun terpenting dalam menyeru kepada Allah SWT dan menegakkan sendi-sendi
islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak disyariatkan
kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari dakwah tersebut, agar jangan
dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.
Menurut riwayat
Al-Kalabi dari Ibnu ‘Abbas, bahwa dia mengatakan, “setelah Alloh SWT mengecam
keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai Rosul Saw dalam peperangan,
maka tidak seorangpun diantara kami yang tinggal untuk tidak menyertai bala
tentara atau utusan perang buat selama-lamanya. Hal ini benar-benar mereka
lakukan, sehingga tinggallah Rosululloh Saw sendirian. Maka turunlah wahyu:
F. INTISARI
YANG TERDAPAT DALAM SURAT AT-TAUBAH AYAT 122
وما كا ن ا
لمؤ منون لينفروا كا فة ( التوبة۱۲۲)
Artinya : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang)”
Tidaklah patut bagi
orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat
menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena,
perang itu sebenarnya fardu kifayah, yang apabila telah dilaksanakan
oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardu ain, yang wajib
dilaksanakan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rosul Saw
sendiri keluar dan mengerahkan kaum mu’min menuju medan perang.
Kewajiban Mendalami
Agama dan Kesiapan Untuk Mengajarkannya.
فلو لا نفر من كل فرقة منهم طا ئفة ليتفهوا فى لدينولينذروافوقهم اذا
رجعوااليهم لعلهم يحذرون
( التوبة ۱۲۲)
Artinya : “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Mengapa tidak segolongan
saja, atau sekelompok kecil saja yang berangkat kemedan tempur dari tiap-tiap
golongan besar kaum mu’min, seperti penduduk suatu negeri atau suku, dengan
maksud supaya orang mukmin seluruhnya dapat mendalami agama mereka. Yaitu
dengan cara orang yang tidak berangkat dan tinggal dikota (Madinah), berusaha
keras untuk memahami agama, yang wahyu-Nya turun kepada Rosululloh Saw yang
menerangkan ayat-ayat tersebut, baik dengan perkataan atau perbuatan.
Dengan demikian maka diketahui hukum
beserta hikmahnya, dan menjadi jelas yang masih mujmal dengan adanya
perbuatan Nabi tersebut. Disamping itu orang yang mendalami agama memberi
peringatan kepada kaumnya yang pergi perang menghadapi musuh, apabila mereka
telah kembali kedalam kota.
Artinya, agar tujuan utama
dari orang-orang yang mendalami agama itu karena ingin membimbing kaumnya,
mengajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan
dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka
takut kepada Alloh SWT dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, disamping
agar seluruh kaum mukminin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan pada
seluruh umat manusia. Jadi bukan bertujuan supaya memperoleh kepemimpinan dan
kedudukan yang tinggi serta mengungguli kebanyakan orang-orang lain, atau
bertujuan memperoleh harta dan meniru orang dzalim dan para penindas dalam
berpakaian, berkendaraan maupun dalam persaingan diantara sesama mereka.
Ayat tersebut merupakan
isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya
ditempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang-orang lain kepada agama,
sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka. Sehingga mereka tidak bodoh
lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap
mu’min.
Orang-orang yang
beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan maksud
seperti ini. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi disisi Alloh SWT, dan tidak
kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam
meninggikan kalimat Alloh SWT, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka
boleh jadi lebih utama dari pejuang pada situasi lain ketika mempertahankan
agama menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang.
Ayat ini berkenaan dengan kepergian mempelajari ilmu
dan hukum-hukum ad-Din, atau panggilan umum untuk berjihad surat ini termasuk
surat Madaniyah karena turun di Madinah pada saat peperangan.
Ayat
ini menunjukkan, bahwa jihad itu dapat dengan harta kekayaan, dapat pula dengan
jiwa. Barangsiapa mampu melakukan semuanya, maka wajib melakukannya. Tetapi
jika hanya mampu 1 diantara keduanya, maka yang ia mampui itulah yang wajib ia
lakukan. Pada masa pengaturan perang, kaum muslimin yang ahli dalam kemiliteran
wajib melatih bala tentara.
Allah swt telah menerangkan faidahnya dalam
firman-Nya:
ذا لكم خير لكم انكنتم تعلمون( التوبة ٤۱۱)
Arttinya: “ karena demikian itu lebih baik
bagi kalian, jika kalian mengetahui.” (QS. At- Taubah: 41)
Dalam ayat ini, Allah swt. menerangkan
bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat ke medan perang, bila peperangan
itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi harus ada
pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan
sebagian lagi bertekun menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam supaya
ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat
dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat
Islam dapat ditingkatkan.
Orang-orang
yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan
orang-orang yang berjuang di medan perang. Dalam hal ini Rasulullah saw. telah
bersabda:
"Di hari kiamat kelak tinta yang
digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan darah para
syuhada (yang gugur di medan perang)".
Tugas ulama umat Islam adalah untuk
mempelajari agamanya, serta mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan
pengetahuan agama itu kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut
adalah merupakan tugas umat dan tugas setiap pribadi muslim sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuan masing-masing, karena Rasulullah saw. telah bersabda;
"Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) daripadaku walaupun
hanya satu ayat Alquran".
Akan tetapi tentu saja tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk
bertekun menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu agama,
karena sebagiannya sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang, di pabrik, di
toko dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian dari umat Islam yang
menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu
agama agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat, mereka
dapat menyebarkan ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah Islam dengan cara
atau metode yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.
Apabila umat Islam telah memahami
ajaran-ajaran agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan haram, serta
perintah dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih dapat menjaga diri dari
kesesatan dan kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan
dapat menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian umat Islam menjadi umat yang baik,
sejahtera dunia dan akhirat.
Di samping itu perlu diingat, bahwa apabila umat Islam menghadapi peperangan
besar yang memerlukan tenaga manusia yang banyak, maka dalam hal ini seluruh
umat Islam harus dikerahkan untuk menghadapi musuh. Tetapi bila peperangan itu
sudah selesai, maka masing-masing harus kembali kepada tugas semula, kecuali
sejumlah orang yang diberi tugas khusus untuk menjaga keamanan dan ketertiban
dalam dinas kemiliteran dan kepolisian.
Oleh
karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk
mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam
yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan
atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan
sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum menerima
pengetahuan.
Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan haruslah menjadi mercusuar
bagi umatnya. Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar
memiliki ilmu pengetahuan pula. Selain itu, ia sendiri juga harus mengamalkan
ilmunya agar menjadi contoh dan teladan bagi orang-orang sekitarnya dalam
ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama. Dengan demikian dapat
diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang
mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan
mengajarkannya kepada orang lain.
Menurut pengertian yang tersurat dari ayat ini kewajiban menuntut ilmu
pengetahuan yang ditekankan di sisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama. Akan
tetapi agama adalah suatu sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dan
mencerdaskan kehidupan mereka, dan tidak bertentangan dengan norma-norma segi
kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan
kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib
dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan
menciptakan kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk
mencapai tujuan tersebut. Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan
kewajiban adalah wajib pula hukumnya.
Dalam hal ini, para ulama Islam telah menetapkan suatu kaidah yang
berbunyi:
"Setiap sarana yang diperlukan untuk
melaksanakan yang wajib, maka ia wajib pula hukumnya".
Karena pentingnya fungsi ilmu dan para sarjana, maka beberapa negara Islam
membebaskan para ulama (sarjana) dan mahasiswa pada perguruan agama dari wajib
militer agar pengajaran dan pengembangan ilmu senantiasa dapat berjalan dengan
lancar, kecuali bila negara sedang menghadapi bahaya besar yang harus dihadapi
oleh segala lapisan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ayat ini menerangkan
kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan, yaitu hukum mencari
ilmu dan mendalami agama. Artinya bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan
cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga
merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakan sendi-sendi
Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak di
syari’atkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut agar
jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan
munafik.
Oleh karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah
untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang
Islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan
kedudukan atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu
pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang
belum menerima pengetahuan
B.
SARAN
Banyak sekali apa yang
belum tertuliskan mengenai penafsiran ayat-ayat tersebut. Untuk itu penyusun
mengharapkan kepada siapa saja yang membaca untuk lebih lagi secara mendalam
mencari sumber-sumber atau kitab-kitab tafsir selain yang penyusun cantumkan.
Mungkin akan berbeda antara kitab tafsir yang satu dengan yang lainnya.
Semoga makalah ini bermanfaat. Amiin.
Semoga makalah ini bermanfaat. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maroghi, Ahmad
Mustofa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maroghi. Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang.
Mahmud Syaltut,1990, Tafsir Al-qur’anul Karim, Bandung: CV. Diponegoro
Muhammad Musthafa Al-Maraghi, 1992, Tafsir
Al-Maraghi, Semarang: CV. Toha Putra
Tafsir
Al-Imam Al jalalain