Sabtu, 26 Januari 2013

TAFSIR TARBAWI


PEMBAHASAN SURAT AT-TAUBAH AYAT 122


DI SUSUN OLEH :
Mahasiswa PBA 3B

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
SYAICHONA MOH. CHOLIL BANGKALAN
2012/2013





















KATA PENGANTAR
            Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Sang Illahi Robbi yang mana atas berkat dan Rahmat-Nyalah kami bisa menyelesaikan makalah ini, tak lupa sholawat dan salam marilah kita limpah curahkan kepada Guru besar kita Yakni Nabi Muhammad SAW, tanpa adanya beliau mungkinkah kita terbebas dari zaman kebodohan.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah tafsir tarbawi. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:
      · Dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada kami 
      ·  Orang tua kami yang selalu memberikan  doa dan dukungan dalam menuntut ilmu
      ·   Rekan-rekan kelompok yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk       
          menyusun makalah ini
      ·   Rekan-rekan mahasiswa dan seluruh pihak yang bersedia memberikan partisipasi dalam
          penyusunan makalah ini.

Manusia pasti memiliki kekurangan seperti halnya dalam pembuatan makalah ini pun kami banyak sekali kekurangan. Untuk itu, kami selalu mengharap kritik dan saran dari pembaca guna kemajuan bersama.
Akhir kata dari penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wasalamua’laikum Wr.Wb.
                                                                     

                                                                                     Bangkalan,Januari 2013

                                                                                                Penulis


















DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................................
Kata Pengantar.....................................................................................................  i
Daftar isi................................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
a. Latar Belakang....................................................................................... 1
            b. Rumusan Masalah.................................................................................  1
            c. Tujuan Masalah...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
a.      Tafsir surat At-taubah ayat 122.........................................................  2
b.  Penafsiran kata-kata sulit..................................................................   2
c.   Asbabunuzul surat At-taubah ayat 122............................................  2
d.   Tafsir Jalalain surat At-taubah ayat 122.......................................... 3
e.   Pengertian secara umum....................................................................  3
f.  Intisari yang terdapat dalam surat At-taubah ayat 122................... 4-6
BAB III PENUTUP..............................................................................................  7
a.      Kesimpulan..........................................................................................  7
b.  Saran.....................................................................................................  7
Daftar Pustaka...................................................................................................... 8























 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Banyak orang yang salah mengartikan akan suatu ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an, sehingga orang bisa saja mengartikan berbagai ayat dalam Al-Qur’an dengan tidak melihat berbagai sumber termasuk tafris-tafsir yang sudah ada. Banyak sekali buku-buku atau tafsir-tafsir yang seharusnya kita gali untuk mengkaji berbagai ayat. Salah satunya adalah tafsir al-Maraghi. Al-Qur’an bukanlah kitab suci yang siap pakai dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut, tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah yang dihadapi manusia. Ajaran Al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general sehingga untuk dapat memehami ajaran Al-Qur’an tentang berbagai masalah tersebut, mau tidak mau seseorang harus melalui jalur tafsir sebagimana yang dilakukan oleh para ulama.

B.     Rumusan Masalah

1.    Apa makna surat At-taubah ayat 122 ?
2.    Apa saja penafsiran kata-kata sulit ?
3.    Bagaimana ASBABUNUZUL Surat At-taubah  ayat 122 ?
4.    Bagaimana  tafsir dari Surat At-taubah ayat 122 ?
5.    Mengetahui kandungan yang terdapat dalam surat At-Taubah 122 ?
6.    Mengetahui intisari yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 122 ?


C.    Tujuan Masalah

1.      Makna Surat At-taubah ayat 122
2.    Penafsiran kata-kata sulit
3.    ASBABUNUZUL Surat At-taubah ayat 122
4.    Tafsir  JALALAIN  Surat At-taubah ayat 122
5.    Mengetahui kandungan yang terdapat dalam surat At-taubah ayat 122
6.      Mengetahui intisari yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 122

























BAB II
PEMBAHASAN

A.    MAKNA SURAT AT-TAUBAH AYAT 122

وما كان المؤمنون لينفروا كا فة فلولانفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا فى لد ين وليندرواقومهم اذارجعوااليهم لعلهم يحذرون ( التوبة۱۲۲)
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam  pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. At- Taubah: 122).

B.     PENAFSIRAN KATA-KATA SULIT

نفر Nafara                : berangkat perang
لولا  – Laula                : Kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu yang   
                                      disebutkan sesudah kata-kata tersebut, apabila itu terjadi dimasa yang
                                      akan datang. Tapi Laula” juga berarti kecemasan atas meninggalkan    
                                      perbuatan yang disebutkan   sesudaah kata itu, apabila merupakan
  hal yang telah lewat. Apabila hal yang dimaksud
                                      merupakan perkara yang mungkin dialami, maka bias sajaLaula”,
                                      itu berarti perintah mengerjakannya.
الفرقة  - Al- Firqah    : kelompok besar
الطائفة At- Ta’ifah   : kelompok kecil
تفقه Tafaqqaha      : berusaha keras untuk mendalami dan memmahami suatu perkara
                                      dengan susah payah untuk memperolehnya.
انذره Anzarahu      : menakut-nakuti dia.
حذره Hazirahu      : berhati-hati terhadapnya.


C.    ASBABUNUZUL SURAT AT-ATAUBAH AYAT 122

Tafsir Sebab turun Surah At Taubah 122

    Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ikrimah yang menceritakan, bahwa ketika diturunkan firman-Nya berikut ini, yaitu, "Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih." (Q.S. At-Taubah 39). Tersebutlah pada saat itu ada orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang, mereka berada di daerah badui (pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka orang-orang munafik memberikan komentarnya, "Sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu." Kemudian turunlah firman-Nya yang menyatakan, "Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang)." (Q.S. At-Taubah 122). 
      Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Abdullah bin Ubaid bin Umair yang menceritakan, bahwa mengingat keinginan kaum Mukminin yang sangat besar terhadap masalah jihad, disebutkan bahwa bila Rasulullah saw. mengirimkan pasukan perang, maka mereka semuanya berangkat. Dan mereka meninggalkan Nabi saw. di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah firman Allah swt. yang paling atas tadi (yaitu surah At-Taubah ayat 122)

D.    TAFSIR  JALALAIN/SURAT AT-TAUBAH AYAT 122

 وما كان المؤمنون لتنفروا كافة فلولا من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين ولينذروا قو مهم ا ذا
رجعوا اليهم لعلهم يحذرون

Tatkala Kaum Mukminin di cela oleh Allah bila tidak ikut ke medan  perang kemudian Nabi Muhammad  S.A.W. mengirimkan syariahnya,akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal,maka turunlah firman –Nya berikut ini : ( Tidak sepatutnya bagi orang –orang yang mukmin itu pergi ) ke medan perang ( Semuanya. Mengapa tidak ) ( pergi dari tiap-tiap golongan ) suatu  kabilah ( di antara mereka beberapa orang ) beberapa saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat ( untuk memperdalam pengetahuan mereka ) yakni tetap tinggal di tempat ( mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya ) dari medan perang,yaitu dengan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang telah di pelajarinya ( supaya mereka itu dapat menjaga dirinya ) dari siksaan Allah,yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauuhi larangan-Nya.
Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan  perwakilanny bahwa ayat ini penerapannya hanya khusus untuk syariah-syariah,yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk syariah lantaran Nabi Muhammad  S.A.W. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang maka hal ini pengertiannya tertuju kepada beliau Nabi Muhammad  S.A.W. berangkat suatu ghazwah.


E.   PENGERTIAN SECARA UMUM

Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan. yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada Allah SWT dan menegakkan sendi-sendi islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak disyariatkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari dakwah tersebut, agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.
Menurut riwayat Al-Kalabi dari Ibnu ‘Abbas, bahwa dia mengatakan, “setelah Alloh SWT mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai Rosul Saw dalam peperangan, maka tidak seorangpun diantara kami yang tinggal untuk tidak menyertai bala tentara atau utusan perang buat selama-lamanya. Hal ini benar-benar mereka lakukan, sehingga tinggallah Rosululloh Saw sendirian. Maka turunlah wahyu:






F.     INTISARI YANG TERDAPAT DALAM SURAT AT-TAUBAH AYAT 122

وما كا ن ا لمؤ منون لينفروا كا فة ( التوبة۱۲۲)

Artinya : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang)”
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardu kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardu ain, yang wajib dilaksanakan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rosul Saw sendiri keluar dan mengerahkan kaum mu’min menuju medan perang.

Kewajiban Mendalami Agama dan Kesiapan Untuk Mengajarkannya.

فلو لا نفر من كل فرقة منهم طا ئفة ليتفهوا فى لدينولينذروافوقهم اذا رجعوااليهم لعلهم يحذرون
( التوبة ۱۲۲)
Artinya : “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang   untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
            Mengapa tidak segolongan saja, atau sekelompok kecil saja yang berangkat kemedan tempur dari tiap-tiap golongan besar kaum mu’min, seperti penduduk suatu negeri atau suku, dengan maksud supaya orang mukmin seluruhnya dapat mendalami agama mereka. Yaitu dengan cara orang yang tidak berangkat dan tinggal dikota (Madinah), berusaha keras untuk memahami agama, yang wahyu-Nya turun kepada Rosululloh Saw yang menerangkan ayat-ayat tersebut, baik dengan perkataan atau perbuatan. Dengan  demikian maka diketahui hukum beserta hikmahnya, dan menjadi jelas yang masih mujmal dengan adanya perbuatan Nabi tersebut. Disamping itu orang yang mendalami agama memberi peringatan kepada kaumnya yang pergi perang menghadapi musuh, apabila mereka telah kembali kedalam kota.
            Artinya, agar tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu karena ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Alloh SWT dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, disamping agar seluruh kaum mukminin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan pada seluruh umat manusia. Jadi bukan bertujuan supaya memperoleh kepemimpinan dan kedudukan yang tinggi serta mengungguli kebanyakan orang-orang lain, atau bertujuan memperoleh harta dan meniru orang dzalim dan para penindas dalam berpakaian, berkendaraan maupun dalam persaingan diantara sesama mereka.
            Ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya ditempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang-orang lain kepada agama, sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka. Sehingga mereka tidak bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap mu’min.
            Orang-orang yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi disisi Alloh SWT, dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat Alloh SWT, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama dari pejuang pada situasi lain ketika mempertahankan agama menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang.
            Ayat ini berkenaan dengan kepergian mempelajari ilmu dan hukum-hukum ad-Din, atau panggilan umum untuk berjihad surat ini termasuk surat Madaniyah karena turun di Madinah pada saat peperangan.
            Ayat ini menunjukkan, bahwa jihad itu dapat dengan harta kekayaan, dapat pula dengan jiwa. Barangsiapa mampu melakukan semuanya, maka wajib melakukannya. Tetapi jika hanya mampu 1 diantara keduanya, maka yang ia mampui itulah yang wajib ia lakukan. Pada masa pengaturan perang, kaum muslimin yang ahli dalam kemiliteran wajib melatih bala tentara.

Allah swt telah menerangkan faidahnya dalam firman-Nya:

ذا لكم خير لكم انكنتم تعلمون( التوبة ٤۱۱)

Arttinya: “ karena demikian itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui.” (QS. At-                          Taubah: 41)
Dalam ayat ini, Allah swt. menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi bertekun menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan. 
      Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuang di medan perang. Dalam hal ini Rasulullah saw. telah bersabda:
"Di hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur di medan perang)".
Tugas ulama umat Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut adalah merupakan tugas umat dan tugas setiap pribadi muslim sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masing-masing, karena Rasulullah saw. telah bersabda; "Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) daripadaku walaupun hanya satu ayat Alquran".
        Akan tetapi tentu saja tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk bertekun menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu agama, karena sebagiannya sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang, di pabrik, di toko dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian dari umat Islam yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat, mereka dapat menyebarkan ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah Islam dengan cara atau metode yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.
Apabila umat Islam telah memahami ajaran-ajaran agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan haram, serta perintah dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih dapat menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian umat Islam menjadi umat yang baik, sejahtera dunia dan akhirat. 
         Di samping itu perlu diingat, bahwa apabila umat Islam menghadapi peperangan besar yang memerlukan tenaga manusia yang banyak, maka dalam hal ini seluruh umat Islam harus dikerahkan untuk menghadapi musuh. Tetapi bila peperangan itu sudah selesai, maka masing-masing harus kembali kepada tugas semula, kecuali sejumlah orang yang diberi tugas khusus untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam dinas kemiliteran dan kepolisian. 
       Oleh karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum menerima pengetahuan. 
        Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan haruslah menjadi mercusuar bagi umatnya. Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar memiliki ilmu pengetahuan pula. Selain itu, ia sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh dan teladan bagi orang-orang sekitarnya dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama. Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain.
Menurut pengertian yang tersurat dari ayat ini kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di sisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dan mencerdaskan kehidupan mereka, dan tidak bertentangan dengan norma-norma segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakan kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban adalah wajib pula hukumnya. 
Dalam hal ini, para ulama Islam telah menetapkan suatu kaidah yang berbunyi:
"Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan yang wajib, maka ia wajib pula hukumnya".
Karena pentingnya fungsi ilmu dan para sarjana, maka beberapa negara Islam membebaskan para ulama (sarjana) dan mahasiswa pada perguruan agama dari wajib militer agar pengajaran dan pengembangan ilmu senantiasa dapat berjalan dengan lancar, kecuali bila negara sedang menghadapi bahaya besar yang harus dihadapi oleh segala lapisan masyarakat.






















BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN

Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan, yaitu hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak di syari’atkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.
Oleh karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum menerima pengetahuan

B.     SARAN

Banyak sekali apa yang belum tertuliskan mengenai penafsiran ayat-ayat tersebut. Untuk itu penyusun mengharapkan kepada siapa saja yang membaca untuk lebih lagi secara mendalam mencari sumber-sumber atau kitab-kitab tafsir selain yang penyusun cantumkan. Mungkin akan berbeda antara kitab tafsir yang satu dengan yang lainnya.
Semoga makalah ini bermanfaat. Amiin.



























DAFTAR PUSTAKA


Al-Maroghi, Ahmad Mustofa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maroghi. Semarang :    PT Karya Toha Putra Semarang.
Mahmud Syaltut,1990, Tafsir Al-qur’anul Karim, Bandung: CV. Diponegoro
Muhammad Musthafa Al-Maraghi, 1992, Tafsir Al-Maraghi, Semarang: CV. Toha Putra
            Tafsir Al-Imam Al jalalain








Tidak ada komentar:

Posting Komentar